Meski intelejen memiliki satu unit kerja yang membidangi persoalan media massa, namun Presiden Jokowi diminta untuk tidak memakai intelejen memberangus kebebasan pers.
Ketua Komisi I DPR sebagai mitra kerja Badan Intelejen Negara (BIN), Mahfudz Siddiq mengatakan, semua analisis dan rekomendasi dari intelejen itu, adalah termasuk dari semua pengambilan keputusan atau kebijakan. Untuk itu, jangan malah dijadikan instrumen untuk mengekang kemerdekaan dan demokratisasi pers.
"Jangan sampai presiden menggunakan intelejen untuk mengekang kebebasan pers atau memberangus pers. Saya sendiri tidak tahu pesan politik apa yang ingin disampaikan Jokowi dengan pernyataannya itu. Kita lihat saja nanti," ujar Mahfudz, ketika dihubungi, di Jakarta, Kamis 8 Januari 2015.
Sebab, kata Mahfudz, diera demokrasi dan keterbukaan informasi publik, wajar jika media memberitakan seorang presiden, baik dari sisi positif maupun kritik untuk membangun.
"Kalau digunakan untuk analisis media masa wajar saja tapi jangan sampai untuk mengekang kebebasan pers dan demokrasi media. Lagipula saat ini media sudah terpolarisasi, ada media-media yang secara total mendukung seluruh kebijakan pemerintahan ada media yang terus menerus mengkritik kebijakan pemerintah. Itu biasa saja," tegasnya.
Untuk itu, Ia mengingatkan agar Jokowi tidak mencampuri apalagi mengintervensi pemberitaan media. Sebab, hal itu justru akan merusak sistem demokrasi dan keterbukaan informasi publik itu sendiri.
"Kalau diperlukan keseimbangan biar media itu sendiri, jangan pemerintah mengintervensi untuk menciptakan keseimbangan menurut persepsi pemerintah," tandasnya. [inilah/fs]
0 Response to "Jokowi Diminta Tidak Memakai Intelejen Untuk Memberangus Kebebasan Pers"
Posting Komentar