Selamat Tinggal, KPK...





Hiruk-pikuk dan kisruh perpolitikan tanah air beberapa hari terakhir ini semakin memanas. Perseteruan KPK vs Polri sepertinya belum akan berakhir. Banyak kalangan menuding semua ini berawal dari ketidak-tegasan Jokowi sebagai presiden yang tunduk dan patuh pada kemauan dan kepentingan-kepentingan kekuatan pendukungnya.



Bermula dari ‘dipaksakannya’ BG sebagai calon tunggal Kapolri yang kemudian harus ditunda pelantikannya karena pada saat yang bersamaan KPK menetapkan BG sebagai tersangka kasus gratifikasi. Kuat dugaan, nama BG disodorkan oleh Megawati menjadi Kapolri, dan Jokowi tidak kuasa menolak. Betapa hebatnya Megawati yang memaksakan BG menjadi Kapolri, hingga meluluhlantahkan lembaga yang dulu dibuatnya sendiri, KPK.



Kini, seperti aksi balas dendam, serangan-serangan ke KPK silih berganti dan beruntun. Dan, penghancuran KPK sepertinya benar-benar dilakukan dengan rencana yang cukup matang. Pasca KPK menetapkan calon Kapolri sebagai tersagka dalam kasus rekening gedut polri 13 Januari lalu secara berturut-turut, pimpinan KPK dilaporkan ke Badan Reseerse Kriminal (Bareskrim) Polri.



Pertama, Pengacara Komjen (Pol) Budi Gunawan, Razman Arif Nasution, dan Eggy Sudjana. melaporkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto karena dianggap telah menyalahgunakan wewenang dalam penetapan status tersangka terhadap Budi.



"Kami melaporkan pimpinan KPK ke Kejagung terkait dengan dugaan penyalahgunaan wewenang atau pembiaran atau pemaksaan," kata pengacara Budi, Razman Arif Nasution, di gedung bundar Kejagung, Jakarta, Rabu 21 Januari 2015.



Esok harinya, Kamis 22 Januari 2015 Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, ke Mabes Polri dalam dugaan melakukan aktivitas politik, yang merupakan diluar ranah tupoksi KPK. Aktivitas politik yang dilakukan Abraham Samad adalah pertemuan dengan petinggi partai saat masa pencalonan wakil presiden, pada pilpres 2014.



"Itu tidak etis. Kalau terbukti seperti ini maka AS bisa dikenakan pidana berdasarkan UU KPK pasal 36 junto pasal 65 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK," kata M Yusuf, Kamis 22 Januari 2015.



Pasca Samad dilaporkan ke Mabes Polri, Jumat 23 Januari 2015 Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) yang ditangkap Bareskrim Polri pukul 07.30 WIB usai mengantarkan anaknya sekolah. Hari itu pula BW langsung berstatus tersangka saat menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Penetapan status tersangka kepada BW tersebut, menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie Ronny berdasarkan pada tiga alat bukti yang dimiliki polisi berupa saksi, dokumen, dan paparan ahli. Ia menyebut BW terjerat kasus Pemilukada tahun 2010 di Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah.



"Dia meminta saksi untuk memberikan keterangan palsu di Mahkamah Agung," kata Ronny yang menerima laporan dari masyarakat pada 15 Januari 2015.



Karena besarnya desakan publik agar Mabes Polri melepaskan BW, akhirnya penahanan Wakil Ketua KPK itu ditangguhkan. BW pun dilepas Sabtu dini hari, pukul 00.30 WIB.



Tak cukup sampai Samad dan BW. Sabtu 24 Januari 2015 Adnan dilaporkan atas sebuah kasus, yakni dugaan pengambilalihan secara paksa saham milik perusahaan PT Daisy Timber di Berau, Kalimantan Timur. Kuasa hukum PT Daisy Timber di Berau Kalimantan Timur, bernama Mukhlis Ramlan melaporkan Wakil Ketua Adnan Pandu Praja.



Menurut kuasa hukum PT Daisy Timber, Mukhlis Ramlan, kasus itu terjadi pada 2006 lalu. Yakni saat Adnan dan Mohamad Indra menjadi kuasa hukum perusahaan. Saat itu 40 persen saham perusahaan telah diserahkan ke pihak koperasi pesantren Al Banjari dan perusahaan daerah (BUMD), serta sebagian masyarakat. Sedangkan 60 persen dikuasai oleh keluarga pemilik PT Desy Timber. Namun pada 2006, Adnan bersama Indra merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan membuat akta notaris yang palsu yang merampas saham milik warga dan pesantren.



Tak lama setelah itu, kabarnya, Wakil Ketua KPK Zulkarnain juga ikut dilaporkan dengan dugaan menerima uang suap sebesar Rp2,68 miliar. Kasus itu terjadi saat Zul menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Saat itu, Kejaksaan sedang memeriksa kasus korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.



Kabarnya ada upaya untuk menyelamatkan pejabat Pemprov Jatim, agar tak ikut diseret dalam kasus itu. Salah satu upayanya adalah mendekati Zulkarnain. Setelah pendekatan tersebut, Zulkarnain diduga telah menerima suap Rp2,68 miliar. Walaupun seorang saksi menyebut, Zul tak menerima langsung uang itu.



Aliansi Masyarakat Jawa Timur berencana melaporkan Zulkarnaen pada Rabu 28 Januari 2015.



"Resminya Rabu nanti akan kita laporkan," kata Presidium Jatim 'Am dari Aliansi Masyarakat Jawa Timur Fathurrasyid, Senin 26 Januari 2015.



Menanggapi adanya penggembosan KPK, Advokat senior yang pro KPK, Todung Mulya Lubis melihat hal itu sebagai pelemahan KPK secara sistematis.



"Pelemahan itu sistematis habis Samad, Bambang, Adnan Pandu Praja, kemudian Pak Zulkarnain. Ini akan membuat KPK lumpuh menurut saya," kata Todung di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu 24 Januari 2015.



"Saya sedih karena terlalu pagi untuk kecewa dengan Presiden. Berkali kali mengatakan presiden punya niat baik memberantas korupsi. Tapi, ketidaktegasan presiden membuat pemberantasan korupsi tidak maksimal," katanya.



"Malah bukan tidak hanya maksimal, kalau kasus kriminalisasi terhadap pimpinan KPK ini dibiarkan, tidak dipulihkan, maka KPK akan lumpuh," ujarnya. [FN]


0 Response to "Selamat Tinggal, KPK..."

Posting Komentar