Senayan - Seperti biasa, Rapat Paripurna berlangsung riuh rendah dengan puluhan interupsi yang saling bersahutan. Interupsi yang diajukan pun beragam, bahkan sering melenceng dari agenda yang sudah ditetapkan, yakni revisi Undang-undang MD3 untuk masuk ke Prolegnas dan dibahas bersama Pemerintah.
Sadar banyak interupsi yang melenceng dari agenda rapat, Rabu (26/11), Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang bertindak sebagai pimpinan rapat pun tak segan mengingatkan.
"Ini saya arahkan dulu. Di paripurna hanya meminta persetujuan, tidak ada perdebatan lagi. Malahan kalau perlu nanti ada tombol digital yang bisa dipencet anggota untuk menyatakan sikapnya, setuju atau tidak," seru politisi PKS itu.
Sikap Fahri yang terbilang tegas namun tetap lembut dalam memimpin Rapat Paripurna itu, menuai pujian dari sejumlah peserta rapat. Walhasil, rapat pun berlangsung tertib dan sesuai jadwal meski ada sekali perpanjangan waktu.
Fahri Hamzah, kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), 10 November 1971 itu, memang terbiasa dengan sikap lugas, cenderung blak-blakan. Itu yang membuatnya sering menjadi sasaran tembak lawan-lawan politiknya.
Pernyataannya di media massa atau media sosial yang kerap di ungkapkan, sering jadi bahan olok-olok bahkan serangan bertubi-tubi. Namun Fahri, yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua Komisi III periode 2009-2014 itu, tampak tidak terlalu peduli dengan serangan itu. Dia tetap dengan gaya semula, lugas dan blak-blakan.
Sebelum menjadi politisi Senayan, Fahri dikenal oleh sahabatnya sebagai demonstran angkatan 1998 yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi). Sejak mahasiswa, dia sudah mengasah kemampuan berpikir dan berargumen sebagai pengurus senat mahasiswa Universitas Indonesia (UI) beberapa periode. Lulusan Fakultas Ekonomi ini juga banyak terlbat dalam kegiatan akademis dan kecendekiawanan.
Namun, di balik kesibukannya sebagai politisi, Fahri selalu menyempatkan diri menulis. Selama jadi anggota DPR, setidaknya ada dua buku berhalaman tebal yang sudah dia luncurkan, yaitu "Kemana Ujung Century?" berisi catatan penelusuran sebagai anggota Pansus Hak Angket Bank Century pada periode 2009-2014 lalu.
Kemudian buku berjudul "Negara, Pasar dan Rakyat", dengan kata pengantar ekonom Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Kedua buku tersebut tebalnya 641 dan 626 halaman.
Fahri pernah mengungkapkan bahwa di rumahnya ada satu kamar yang disebutnya "kamar tidak tidur", yakni tempat untuk dia menghabiskan waktu berlama-lama membaca dan menulis. Mungkin itu sebabnya, Fahri tidak gentar dengan debat dan adu argumen karena selalu siap dengan sejumlah bahan dan referensi.
*sumber: jurnalparlemen.com
0 Response to "Fahri Hamzah, Politisi Lugas yang Piawai Mengarahkan"
Posting Komentar