Ini baru awal. Bukan masalah sesungguhnya yang dihadapi bangsa ini. Namun dari soalan inilah kita setidaknya telah mendapatkan bayangan: bahwa memimpin, pemimpin, dan kepemimpinan bukanlah soal sepele. Kalau hanya tingkat RT, itu bukan cerita. Tapi dalam tingkat Negara, itu adalah sesuatu.
Sistem ketatanegaraan kita sedang darurat. Hanya karena soalan pos jabatan Kepala Kepolisian. Tata cara bernegara pada tingkatan tinggi jadi seperti mainan anak kecil. Ini berbahaya dan tidak baik.
Pengajuan (nominasi) Kapolri adalah hak Presiden. Nominee diajukan ke DPR sebagai representasi rakyat. Setelah DPR menyetujui, berarti apa yang disetujui tersebut telah menjadi produk konstitusional. Kalaulah Nominee yang diajukan Presiden tersangkut kasus hukum, semestinya Presiden segera membatalkan nominasinya (sebelum itu barang masuk ke rumah rakyat -DPR). Semestinya. Kalau tidak, ya tidak apa-apa juga, toh resikonya ditanggung oleh sang Presiden sendiri. Karena DPR hanya diberi satu Nominee, maka DPR tidak punya pilihan lain selain menerima saja. Mengapa? Demi proses bernegara kita. Urusan bahwa si Nominee tersangkut kasus hukum, itu bukan urusan DPR untuk menilai. Itu urusan pengadilan.
Sekarang, Presiden diwacanakan akan mengajukan Nominee baru. Lha, ini apa-apaan? Memang adalah Hak Prerogatif Presiden mengajukan Nominee. Tapi, Nominee yang lama sudah keburu jadi produk konstitusional (lulus di DPR). Ketatanegaraan kita jadinya macam mainan anak-anak saja kalo gini.
Akarnya sih, menurut saya, ada di leadership sang Presiden. Dia harusnya tahu bahwa dia itu the most powerful person di negeri ini. Harusnya dengan itu dia bebas bersikap, mempertahankan Nominee yang sudah jauh pengajuannya ke DPR. Atau, dia harus kuat diri mencabut Nominee itu sebelum entry ke DPR.
Sebagai bukan pendukung dia di masa kampanye pilpres dulu, saya sih mau tidak mau tetap harus menerima dia sebagai Presiden saya. Kalo nggak, itu tidak patuh pada konstitusi namanya. Sekarang, kita semua mau tidak mau harus membantu dia. Kenapa? Demi konstitusi, demi kebaikan Negara yang kita cintai ini. Bahkan lawan politik langsungnya, Prabowo Subianto, sudah dia temui untuk minta masukan. Demi Negara, lebih baik kita bantu Joko Widodo. Dia pemimpin lemah. Ditambah lagi tokoh di balik layar atas kemenangannya tempo hari nampaknya pengen ngambil layarnya sekalian. Bisa hancur negara ini karena kombinasi ini.
Jika si Nominee tak dilantik, maka Negara yang menanggung aib karena terlecehkannya sendi kehidupan bernegara pada tingkat paling tinggi di negeri ini.
Yang kenal baik sama si Nominee, bisikkanlah baik baik begini: Kawan, mundurlah dari proses ini. Demi Negara. Hanya dirimu yang bisa menjadi best ending dari kisruh ini.
Dari semua itu, pangkal soalan ini adalah pemimpin, memimpin, dan kepemimpinan.
(Canny Watae)
0 Response to "Darurat Sistem Ketatanegaraan"
Posting Komentar