Fikroh Abadi Hasan Al-Banna Menembus Batas Waktu dan Negara




Oleh Hasmi Bakhtiar*



Sebenarnya keinginan menulis catatan ini muncul dari beberapa hari yang lalu, berhubung jadwal kuliah dan tugas yang cukup padat akhirnya harus ditunda. Alhamdulillah malam ini week-end dan Allah beri waktu menulis sambil menikmati secangkir teh lipton dan udara kota Lille yang cukup dingin.



Hasan Albanna terlahir dari keluarga agamis, ayahnya syaikh Abdurrahman Albanna adalah seorang ulama dan ahli hadist, tidak heran sejak kecil Albanna sudah memiliki watak dan kepribadian yang menakjubkan. Sejak kecil juga sudah terlihat penolakan Albanna terhadap kemungkaran dan kecendrungannya terhadap yang ma'ruf.



Pada tahun 1924 ketika khilafah Utsmani runtuh, Hasan Albanna hanyalah pemuda kampung, tetapi pemikirannya tidaklah kampungan, dia menjadi yang terdepan dalam memikirkan bagaimana cara mengembalikan khilafah agar tegak kembali. Dengan beberapa orang sahabat, Albanna mendirikan satu jama'ah, yaitu Ikhwanul Muslimin. Namun jama'ah yang didirikannya agak berbeda dengan jamaah kebanyakan, jama'ah Ikhwanulmuslimin bergelut dalam semua aspek kehidupan dalam bingkai keislaman.

Satu ciri khas dari jama'ah Ikhwanulmuslimin adalah syumuliyah, atau komprehensif. Ciri khas tersebut masih lekat di jama'ah Ikhwanulmuslimin sampai hari ini. Menurut Albanna itulah islam, yang mencakup segala sisi kehidupan manusia. Agama menurut Albanna adalah negara, ibadah, politik, dan akidah, semua itu sama pentingnya bagi kehidupan manusia.



Yang juga sangat menonjol dari fikrah jama'ah ini adalah konsistensi mereka peduli dengan permasalahan umat. Disaat yang lain masih bersedih dengan runtuhnya khilafah, Albanna sudah berdakwah sampai ke pelosok Mesir, membangunkan umat islam dari mimpi buruk mereka, dan sampai hari ini kita masih bisa melihat bagaimana jama'ah ini sangat peduli dengan permasalahan umat, Palestina misalnya, juga permasalahan negara islam lainnya. Setiap ada bencana alam, anak ideologis Albanna biasanya paling pertama turun ke lokasi untuk membantu.



Albanna juga berbicara tentang ziarah kubur, wali dan karomah yang biasanya menjadi topik pertentangan dikalangan umat islam, namun tidak sekalipun Albanna mengkafirkan mereka yang berselisih paham dengannya, selama yang bersangkutan mengucapkan dua kalimat syahadat mereka adalah saudara. Untuk lebih jelasnya mungkin kita bisa merujuk ke dalam 'ushul isyrin' karangan beliau yang menjadi dasar jama'ah ini sampai sekarang.



Bagi Albanna, mengembalikan 'syumuliyah' islam lebih penting dari sekedar berdebat masalah khilafiyah. Albanna memulai dakwahnya dari pribadi muslim, keluarga muslimah, negara muslim sampai ustadziyatul alam yang menjadi fase wajib untuk dilewati umat islam jika ingin kembali menjadi pemangku peradaban.












Hasan Al-Banna (kiri) menerima kunjungan KH Agus Salim



Menyikapi umat islam yang begitu beragam, Albanna menjadikan musyawarah sebagai sandaran. Uniknya Albanna tidak menjelaskan dengan rinci bagaimana caranya, sehingga pembawa fikrah Ikhwanulmuslimin bisa memanfaatkan semua potensi, selama itu bermanfaat dan sesuai dengan islam.



Dalam pandangan Albanna, amal nyata lebih utama dari sekedar teori, maka wajar sampai hari ini kita tidak menemukan satupun buku karangan Albanna (yang ada hanya catatan, risalah kecil). Waktu yang dimilikinya lebih banyak dipakai mentarbiyah individu, yang dikemudian hari menghasilkan karya keilmuan. Syaikh Yusuf Qardhawi misalnya, Syaikh Sayyid Sabiq dan kader lainnya yang merupakan 'cetakan' Albanna.



Albanna seakan berlomba dengan umurnya yang terbatas, tidak memiliki banyak waktu untuk menulis buku, tetapi setiap hari mencetak kader militan. Dalam waktu 10 tahun Ikhwanulmuslimin berkembang pesat di Mesir. Albanna tidak membiarkan waktu begitu saja tanpa berdakwah, mengisi kajian dan mentarbiyah umat di kota berbeda dalam satu hari merupakan hal yang biasa dilakukannya.



Dalam berdakwah Albanna juga tidak tebang pilih, semua kelompok masyarakat dia dakwahi, mulai dari raja Faruq sampai pemuda kampung yang biasa nongkrong di warung kopi, semua didakwahi. Keluar masuk masuk warung kopi menjadi aktivitas dakwah Albanna yang mungkin dipandang aneh oleh sebagian ustadz hari ini. Menurut Albanna semua manusia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pencerahan.

Cara dakwah Albanna juga sangat sederhana dan tidak ribet, penuh dengan kasih sayang. Pernah suatu ketika Albanna ditanya seorang jama'ah tentang hukum memajang patung di rumah, kata Albanna saya menasehati hatinya, sehingga dia menghancurkan patung tersebut dengan hatinya sebelum dengan tangannya.



Seperti Rosulullah, dalam menjaga dakwahnya, Albanna tidak alergi memakai produk musuh kalau memang itu bermanfaat bagi dakwah. Nabi memakai strategi non muslim ketika perang Khandaq, dengan menggali parit yang akhirnya peperangan dimenangkan kaum muslimin. Begitu juga Albanna tidak alergi menggunakan negara sebagai pelindung dakwah, beberapa kali kader terbaik Ikhwanulmuslimin masuk pemerintahan, dan menjadikan negara sebagai penjaga dakwah.



Dalam berdakwah Albanna banyak mengadopsi pemikiran para pendahulunya. Syaikh Muhammad Rasyid Ridha misalnya, sangat terlihat dalam cara dakwah Albanna. Albanna juga yang kemudian mendirikan majalah Al-Manar.



Albanna juga memiliki hubungan baik dengan ulama hadist Salafy, seperti Syaikh Muhibbuddin Khatib, yang juga berpengaruh dalam diri Albanna ketika berdakwah.



Dalam berinteraksi dengan berbagai ulama dari latar belakang yang beragam, Albanna memakai kaidah 'nata'awanu fiima ittafaqnaa alaihi, waya'dzuru ba'dhuna ba'adhon fima ikhtalafna fiihi' kita saling membantu dalam hal yang kita sepakati, dan bertoleransi dalam perbedaan.



Albanna menjadikan islam sebagai tujuan dalam berdakwah, dengan syi'ar 'Allah ghayatunaa' Allah tujuan kami. Tetapi dalam hal akidah Albanna sangat tegas, menjauhi ilmu kalam dan filsafat dalam memahami nash alqur'an, memahami alqur'an dengan dalil yang jelas lebih menjadi pilihannya.



Berbeda dengan hal madzhab fiqh, Albanna tidak menentukan madzhab tertentu untuk jama'ah Ikhwanulmuslimin, karena tujuan Ikhwanulmuslimin sebagai rumah bagi semua umat islam dari berbagai madzhab yang berbeda, dan Ikhwanulmuslimin sebagai perekat perbedaan tersebut.



Walaupun Ikhwanulmuslimin hari ini telah menjadi jama'ah kaum muslimin terbesar di dunia, namun kesuksesan terbesar Albanna bukanlah di situ, kesuksesan terbesarnya adalah banyaknya pengikut fikrah yang dibawa Albanna, walaupun secara organisasi tidak tergabung di dalam Ikhwanulmuslimin. Makanya wajar kita sering menemukan individu yang secara organisasi tidak terkait dengan Ikhwanulmuslimin tetapi fikrahnya Ikhwanulmuslimin. Fikrah Albanna melewati besarnya jama'ah Ikhwanulmuslimin.



Keberhasilan Albanna dalam berdakwah tentu membuat Barat ketakutan, ketika Albanna wafat Barat adalah pihak yang sangat diuntungkan, mereka bersuka cita merasa musuh utama telah tiada. Ternyata mereka salah, dakwah Albanna tidak bergantung kepada figur, dakwah Albanna adalah dakwah berbasis kader. Sebelum meninggal Albanna telah mencetak ribuan kader yang siap meneruskan perjuangannya. Usia Albanna yang terbatas bisa ditutupi oleh jumlah kader Ikhwnaulmuslimin yang sangat luar biasa banyaknya, sampai hari ini kader Albanna di Mesir dan belahan dunia lainnya termasuk di negara kita tercinta Indoniesia terus melanjutkan fikrah yang dibawa Albanna.



Bagi Albanna islam adalah harga mati, dan melihat perbedaan khilafiyah ditengah masyarakat muslim sebagai bukan permasalahan utama, menurut Albanna perbedaan fiqh bukan menjadi penghalang persatuan umat islam. Albanna juga bermadzhab, tetapi tidak dengan ta'assub buta apalagi sampai mengkafirkan. Mengemukakan pendapat dengan dalil lebih diutamakan tanpa bermaksud merendahkan madzhab lain.



Saya pribadi belum pernah bertemu langsung dengan Hassan Albanna, karena jauh sebelum saya tiba di Mesir beliau telah tiada. Tetapi saya bertemu dengan fikrah yang beliau bawa, bertemu dengan hasil jerih payah beliau dalam berdakwah yaitu para kader Ikhwanulmuslimin.



Inilah cerdasnya Albanna, beliau memang tidak menulis buku, tetapi kader yang beliau tarbiyah dengan fikrah Ikhwanulmuslimin menjadi amunisi dakwah melebihi karya tulis, dan usia Albanna yang singkat bukan menjadi kendala, karena fikrahnya selalu hidup.



Lille, 13 Februari 2015



*Hasmi Bakhtiar, Alumni Al-Azhar Mesir, Saat ini menempuh S2 di Lille Perancis Jurusan Hubungan Internasional. Kontributor Piyungan Online. (Twitter: @hasmi_bakhtiar)







0 Response to "Fikroh Abadi Hasan Al-Banna Menembus Batas Waktu dan Negara"

Posting Komentar