Kalau memang sadar bahwa suatu urusan bukanlah perkara gampang, kenapa ikut rebutan mengurusnya.
Serahkanlah kepada yang sanggup dan berkompeten. Kalau sudah terlanjur, segera mundur saja dengan terhormat, jangan paksakan diri.
Bukan beratnya pertanggungjawaban akhirat saja yang ditakutkan, akan tetapi malu dan kehancuran yang diakibatkannya juga tidak kalah mengkhawatirkan.
Jangan korbankan nasib orang banyak demi ambisi pribadimu!
Umar bin Khattab pernah berkata: "Andaikan seekor keledai tergelincir di Iraq aku khawatir akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat; kenapa kamu tidak ratakan jalan?"
Bagaimana kalau jutaan manusia yang sengsara karena teraniaya demi syahwat berkuasa segelintir orang? Siapkah mereka menghadapi persidangan dengan rakyatnya satu persatu di hari yang sangat berat? Di hari tidak ada gunanya lagi triliyunan uang yang tersimpan di bank. Hanya amal shaleh yang berguna saat itu.
Oh.....kiranya bila akhirat itu bisa mereka saksikan dengan mata kepala mereka pada saat ini, tentu mereka akan memilih untuk mengambil dunia sekedar penyangga tulang punggung mereka agar tetap hidup dan bisa menghambakan diri kepada Allah. Jangankan untuk rebutan jabatan, malah mereka akan kabur menghindarkan diri darinya.
"Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah datangnya hari yang sulit" (Al Muddatstsir: 8-9)
(Zulfi Akmal)
0 Response to "Mundur Terhormat, atau Menyesal di Akhirat"
Posting Komentar