Nggak habis pikir saya baca berita ini. Menteri Keuangan kok bicara pelemahan mata uang negaranya sendiri pake sudut pandang pedagang valas?
"Dolar Tembus Rp 13.000 Bikin Pemerintah Untung, Ini Sebabnya"
(Detikcom: http://ift.tt/187iI0H)
Bambang menyebut pemerintah justru untung dari setiap pelemahan rupiah. Setiap pelemahan rupiah Rp 100/US$ bisa menyebabkan surplus anggaran negara sebesar Rp 2,3 triliun.
"Kita alami surplus Rp 2,3 triliun setiap pelemahan kurs Rp 100/US$. Tapi jangan dibilang pemerintah cari untung," ujarnya.
Setiap kali rupiah melemah, lanjut Bambang, maka penerimaan negara dari migas atau pertambangan yang dalam bentuk dolar AS akan naik ketika dikonversikan ke rupiah.
Hancur benar kita dengan cara pandang seperti ini.
Seberapa pun Dollar yang kita terima sebagai buah usaha Negara, itu tidak serta merta menjadi surplus jika dirupiahkan. Mengapa?
Sederhana jawabannya: karena duit jenis ini tidak bisa dikonversi. Duit itu tetap akan disebut Dollar. Bukan Rupiah. Dan nilainya tetap sama, tidak mengalami perubahan sepeser pun. Bingung?
Begini. Pemerintah adalah "bendahara" dari semua uang yang dimiliki Negara. Baik itu dalam bentuk Rupiah, Dollar, Ringgit, Riyal, Yen, Euro, Pound, dll... Termasuk di dalamnya semua uang yang dipegang rakyat dan perusahaan swasta dalam negeri.
Jika Pemerintah menerima buah usaha dalam bentuk Dollar, ambil contoh menerima 100 juta Dollar bersih, maka nilai itu tetap harus disebut 100 juta Dollar, bukan 100 juta dikalikan nilai kurs saat itu. Salah kalau di-rupiah-kan. Mengapa?
Kalau tahun lalu kurs (misalnya) 11 ribu rupiah per 1 Dollar, lalu tahun ini menjadi 12 ribu, maka duit 100 juta Dollar tahun lalu bernilai 1,1 Trilyun dan duit 100 juta Dollar tahun ini bernilai 1,2 Trilyun. Ada selisih 100 juta rupiah... Ya, ada selisih 100 JUTA RUPIAH. Duit selisih ini dari mana??? Sekonyong-konyong turun dari langit??? Enggak!!! Itu duit dari kantong sebelah! Dari kantong sendiri. Alias, itu hanya sekedar perhitungan bahwa ada selisih nilai sebesar 100 juta rupiah. Duitnya sendiri sebenarnya tidak ada.
Jadi, kuncinya adalah: Kalau berdiri sebagai Negara, kita tidak bisa menganggap ada untung atas penerimaan dalam bentuk Dollar (dan mata uang asing lainnya), jika uang tersebut dikonversi ke mata uang kita. Karena, fisik uang rupiah dalam sistem keuangan Negara tidak bertambah sama sekali.
Kecuali kalau kita berdiri sebagai pemain valuta asing. Setiap selisih naik adalah surplus. Kalau sebagai Negara, setiap selisih bukanlah surplus.
Beda halnya kalau Negara mengikat transaksinya dengan pihak asing dalam bentuk Rupiah. Setiap ada penerimaan (dari luar), berarti uang Negara bertambah banyak. Jika pihak asing kesulitan mendapatkan fisik rupiah, Negara bisa mencetaknya. Kalau dalam bentuk Dollar, itu harus tetap dipandang sebagai Dollar. Tidak bisa serta merta langsung dikonversi ke dalam Rupiah. Lalu, kita menganggap ada surplus hanya karena adanya selisih kurs. Besok-besok Dollar melemah, gigit jari kite.
(Canny Watae)
0 Response to "Duh! Dolar Tembus Rp 13.000, Menkeu Bilang Pemerintah Untung"
Posting Komentar