Peraturan Presiden No 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden diam-diam menimbulkan polemik. Bila tak diselesaikan dengan baik-baik, Perpres ini memicu persoalan. Tak terkecuali ini menjadi ujian bagi Jokowi-JK.
Peraturan Presiden No 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden diam-diam mengusik ketenangan Istana Kepresidenan. Adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mulanya kaget dengan keberadaan Perpres 26/2015. Pemicunya karena ia mengaku tidak mengetahui ihwal Perpres tersebut.
Meski belakangan, ia menetralisir asumsi yang muncul dari publik. JK membantah bila Perpres tersebut mereduksi kewenangan lembaga negara lainnya.
"Enggak, enggak seperti itu (reduksi lembaga negara lainnya, red)," tepis JK di Kantor Wapres Kamis, 5 Maret 2015.
Bantahan serupa juga disampaikan Menteri Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto. Menurut dia, Staf Kepresidenan tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja menteri.
"Jadi bukan memberikan penilaian kinerja menteri-menteri tetapi membantu solusi Presiden dan Wakil Presiden jika ada masalah dalam program nasional," ujar Andi sebagaimana dikutip dari laman setkab.go.id, Jumat, 6 Maret 2015.
Di Perpres 26 Tahun 2015 di Pasal 3 tentang fungsi Kantor Staf Presiden di Pasal 3 huruf (a) disebutkan salah satu fungsi Kantor Staf Presiden yakni melakukan pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden.
Namun menurut Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok SKy Khadafi, keberadaan Kantir Staf Presiden dengan Perpres 26 Tahun 2015 ini bertambah besar dibanding Perpres 190 Tahun 2014.
"Kewenangan Luhut B Penjaitan selaku kepala staf kepresidenan bertambah besar yaitu ikut mengendalikan program prioritas. Jadi bukan lagi seperti Perpres 190/2014 yang hanya sekadar mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan," ujar Uchok.
Lebih lanjut Uchok menyebutkan merujuk pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan Kantor Staf Kepresidenan akan rutin melakukan evaluasi terhadap program-program kementerian dengan kata lain menteri di bawah kendali kewenangan Kantor Staf Kepresidenan.
"Artinya, menteri sudah di bawah kewenangan staf kepresidenan. Hal ini akan bertambah aneh, manajemen pemerintah bisa berantakan dong, masa sih menteri di bawah kendali atau koodinasi staf kepresidenan," ucap Uchok.
Di bagian lain Uchok mengkritisi soal pengaturan soal pendanaan yang tercantum dalam Pasal 37 ayat (2) Perpres 26 Tahun 2015 yang menyebutkan Kantor Staf Presiden bisa melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dibiaya dari APBN.
"Artinya, pendanaan bisa masuk ke kantor staf kepresidenan tanpa melalui kontrol baik melalui proses perencanaan dan penganggaran di APBN. Ini namanya penyalahgunaan kekuasaan karena kantor staf kepresidenan bisa "dibajak" dong oleh pihak lain," tandas Uchok.
CBA meminta agar Perpres 26 Tahun 2015 ini dicabut dengan alasan sumber pendanaan yang tidak jelas dengan membolehkan dana non APBN bisa masuk sehingga berpotensi melakukan tindakan korupsi.
"Pihak lain, yang memberikan dana kepada kantor staf kepresidenan, tidak gratis, mempunyai kepentingan untuk melaksanakan niat jahatnya," ingat Uchok.
Kantor Staf Presiden yang mulanya menimbulkan polemik ini mengingatkan publik pada Perpres No 17 Tahun 2006 tentang pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) pimpinan Marsilam Simanjuntak di era pemerintahan SBY-JK periode 2004-2009. Saat itu, polemik tentang keberadaan UKP3R menyeruak ke publik.
Adakah Perpres ini merupakan wujud terima kasih Jokowi pada Luhut? Mari kawal kelanjutannya.. [*]
0 Response to "Perpres Jokowi Berpotensi Picu Konflik JK - Luhut"
Posting Komentar