Jokowi telah memperlihatkan kelemahannya sendiri di hadapan publik melalui 'kompromi politik' terkait kisruh KPK vs Polri. Mau kemana istana?
Ada beberapa hal krusial terkait kelemahan Jokowi dalam kepemimpinannya itu.
Pertama, Jokowi memberhentikan sementara dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Padahal di tangan mereka, sejumlah koruptor kakap ditangkap, dan kasus Centurygate maupun BLBI mulai diungkap.
Kedua, Jokowi menyatakan bahwa pemberhentian kedua pimpinan KPK itu terkait dengan masalah hukum masing-masing.
Abraham menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Adapun Bambang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan perintah pemberian keterangan palsu oleh saksi dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat. Padahal semua itu kriminalisasi Polri atas KPK, yang menimbulkan kemarahan publik.
Untuk sementara, Jokowi kemudian menunjuk tiga orang untuk menjadi pimpinan sementara KPK. Ketiga orang tersebut adalah Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi SP.
Pertanyaannya: Bisakah KPK seampuh dan sehebat era Abraham Samad-Bambang Widjojanto? Itulah pertanyaan publik yang merisaukan belakangan ini. Sebab prestasi Abraham dan BW sungguh fenomenal, terukur, membanggakan dan dipuji oleh rakyat.
Tatkala publik sangat berharap Jokowi memihak KPK, lembaga antirasuah yang bersifat adhoc, ternyata malah membuat kompromisme politik yang menunjukkan kelemahan leadership-nya selaku Presiden. Para analis menilai, begitu jelas kepemimpinan (leadership) Jokowi lembek dan lemah sehingga situasi berlarut-larut seperti ini.
Para analis juga melihat, kompromi politik yang dilakukan Jokowi dinilai tidak menyelesaikan masalah yang terjadi antara KPK dan Polri. Pasalnya, langkah Jokowi tidak menyentuh akar masalah.
"Keputusan Jokowi tidak melantik Komjen Budi Gunawan (BG) jadi Kapolri dan menonaktifkan Bambang Widjojanto (BW) dan Abraham Samad (AS) bentuk kompromi politik yang sifatnya hanya sementara, tetapi tidak menyelesaikan akar masalah sebenarnya," tandas Rohaniawan Romo Benny Susatyo.
Sekarang situasi sudah rumit sedemikian rupa dimana pimpinan KPK dan para penyidiknya dikriminalisasi oleh Polri. Padahal, Presiden punya power untuk mencegah Polri terlalu jauh melangkah dengan segala eksesnya yang membuat rakyat menaruh prasangka buruk dan curiga berat kepada kepolisian itu sendiri.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa institusi Polri amat buruk menjalankan reformasi dan para personelnya gemar melakukan kriminalisasi kepada siapapun yang mereka musuhi atau tidak sukai. Pada akhirnya ini soal politik, bukan semata hukum yang sudah carut marut.
Kini kita sadar bahwa semua itu berawal dari pergantian Kapolri yang terus menjadi polemik karena kesalahan dan kelemahan Jokowi yang tidak percaya diri dan tidak firmed dalam mengambil keputusan lantaran dibayangi kekuatan kandang Banteng dan NasDem yang sebetulnya juga tidak etis kalau memaksa Jokowi melantik BG yang bermasalah itu.
Pada akhirnya, sengkarut KPK vs Polri dan eksesnya di seluruh negeri, membuat rakyat tersandera dalam arus persoalan hukum dan politik yang tidak berkualitas karena pertarungan kepentingan yang kotor dimana polisi tidak mampu menahan diri, dan menunjukkan 'taringnya' secara keliru.
Sementara para pimpinan KPK yang kebetulan ada setitik kelengahan, dikriminalisasi dengan cara sedemikian rupa dan tidak mendapat pembelaan yang cukup dari Presiden.
Hancur sudah asa publik atas pemberantasan korupsi di negeri ini, sebab pelumpuhan KPK sudah sempurna dan istana Jokowi nampak nyata membiarkannya. [inilah]
0 Response to "[Kompromi Politik] Jokowi Memperlihatkan Kelemahannya Sendiri di Hadapan Publik"
Posting Komentar