By: Nandang Burhanudin
Nampaknya mudah ditebak, Mufti Mesir tidak lagi memiliki independensi terutama dalam hal "menelaah hukuman mati terhadap pengurus inti jamaah Ikhwanul Muslimin." Obral hukuman mati terhadap kasus yang murni rekayasa, mencapai angka 717 kasus hukuman mati. Vonis hukuman yang baru terjadi di era junta kudeta militer di Mesir, padahal kekuasaannya belum mencapai 5 tahun.
Dari jumlah fantastis di atas, vonis hukuman mati terbanyak diraih oleh Mursyid Ikhwanul Muslimin Prof. Dr. Muhammad Badie. Sebanyak 4 kali vonis hukuman mati, dan 17 kali hukuman seumur hidup. Rata-rata tuduhan yang didakwakan adalah: mengganggu jalan raya, memimpin pusat komando demonstrasi di Rab'ah, hingga tuduhan memprovokasi pembunuhan demonstran. Ironisnya, semua korban adalah anggota jamaah Ikhwanul Muslimin.
Dr. Thariq Al-Suwaidan menasihati seluruh anggota jamaah Ikhwan, terutama kader-kader muda Ikhwan, agar tetap teguh dalam prinsip menghindari perlawanan bersenjata terhadap rezim kudeta. Bagi Al-Suwaidan, kesadaran dan kepatuhan terhadap prinsip "damai", sangat efektif menghindarkan Mesir dari perang saudara berkepanjangan seperti yang terjadi di Irak, Syiria, Libanon, dan kini Yaman.
Sedangkan Dr. Kamal Habib, peneliti ahli gerakan-gerakan Islam mengatakan, "Sepanjang sejarah konflik antara negara vs Ikhwanul Muslimin, negara Mesir tidak memiliki keberanian memberlakukan hukuman mati, terutama bila berkaitan dengan Mursyid Ikhwanul Muslimin. Misalnya, di era Gamal Abdun Nasser, Mursyid IM waktu itu Hasan Al-Hudhaibi divonis hukuman mati.
Namun hukuman mati dibatalkan dan diganti dengan hukuman penjara seumur hidup. Sejak 1952, hukuman mati di Mesir hanya terjadi 8 kali saja terhadap pengurus pusat Ikhwan. 5 kali tahun 1954 dan 3 kali 1966, salah satunya Sayyid Quthb." Menurutnya, Ikhwanul Muslimin adalah organisasi yang sangat kuat. Memiliki pengalaman mengakar dan keanggotaan di seluruh dunia. Jika hukuman mati benar-benar dipraktikkan, diprediksi akan muncul gejolak berkepanjangan.
Hanya saja, bagi saya, Mesir kini dikuasai mafia-mafia Israel yang dibackup penuh oleh AS, Uni Eropa, Russia, dan Iran. As-Sisi pasti sangat percaya diri memberlakukan hukuman mati, atau paling tidak ia ingin disebut pahlawan di kemudian hari, saat Mursyid dan anggota Maktab Irsyad Ikhwanul Muslimin mengemis untuk diberikan grasi.
Hanya saja, hal itu sangat mustahil. Sebab masa depan Mesir, berada di tangan generasi muda Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu, pengurus inti Ikhwanul Muslimin saat ini, hendak memberi pelajaran berarti: Ikhwanul Muslimin dengan jasa-jasa kebangsaannya yang begitu besar, namun terus dinistakan dan dihinakan. Namun Ikhwan tetap menolak melakukan revolusi berdarah terhadap negeri sendiri, kecuali saat Mesir benar-benar dikuasai komprador asing.
Itulah Ikhwanul Muslimin.
0 Response to "Hukuman Mati dan Masa Depan Ikhwanul Muslimin"
Posting Komentar