Sebuah temuan riset yang mengguncang baru-baru ini dirilis oleh tim peneliti dari Harvard Medical School. Riset itu berlangsung lebih dari 40 tahun lamanya. Ya, responden penelitian itu dipantau terus hingga puluhan tahun lamanya.
Riset itu mau melacak beragam variabel penentu kesuksesan orang – baik dari sisi finansial, kesehatan dan kebahagiaan.
Ada satu variabel temuan yang dengan sangat akurat bisa mempredikasi keberhasilan anak-anak : tingkat keberhasilan, kesehatan dan kebahagiaan apa yang akan dialami anak itu 40 tahun kemudian.
Di pagi ini kita akan membongkar rahasia kunci dari hasil riset yang berlangsung puluhan tahun itu.
Riset yang berlangsung puluhan tahun itu telah berhasil menemukan beragam variabel yang mempengaruhi tingkat keberhasilan seseorang.
Namun ada satu variabel kunci yang amat mencolok perannya dalam memprediksi tingkat keberhasilan responden: yakni tingkat kedekatan dan kehangatan seseorang dengan ibunya saat ia masih kecil.
Dengan kata lain, tingkat relasi dan kehangatan anak dengan ibunya saat masih kecil, merupakan variabel kunci penentu keberhasilan anak tersebut 40 tahun kemudian.
Terbukti sudah, bahwa relasi anak-anak saat masih kecil dengan ibunya benar-benar berdampak signifikan hingga puluhan tahun ke depan dalam pembentukan sejarah hidup anak tersebut.
Apa implikasi dari temuan riset tim Harvard Medical School itu? Bagi mbak-mbak calon ibu dan juga ibu yang sudah punya anak-anak kecil – dan selama ini bekerja secara full time di kantor; hasil riset itu menghadirkan pertanyaan reflektif.
Apakah ibu-ibu yang bekerja full time di kantor itu masih punya waktu berkualitas untuk membangun relasi yang intim dan hangat dengan anak-anaknya (terutama yang masih berusia dibawah 10 tahun)?
Harus diakui dengan cukup pahit: waktu untuk bekerja di kantor sekarang kian menyita waktu (juga karena jalanan yang makin crowded).
Pergi mulai dari jam 6 pagi (kalau Anda tinggal di Bekasi, mungkin harus lebih pagi lagi). Lalu pulang di rumah jam 6 petang, kadang lebih. Begitu terus tiap hari selama 5 kali seminggu. Jalanan yang macet juga membuat energi sudah habis di jalanan.
Alhasil, anak-anak kecil yang masih di rumah jarang lagi mendapatkan kehangatan dari sang ibu. Anak-anak itu mungkin jadi lebih dekat dengan mbak-mbak asisten rumah tangga atau dengan baby sitter-nya.
Ibu-ibu tangguh yang bekerja full time itu lalu menghadapi dilema : bagaimana menyeimbangkan prioritas antara work and family, antara tugas kantor dengan mengasuh anak-anaknya yang masih kecil (apalagi yang masih perlu ASI).
Sebab ingat: temuan riset Harvard tadi menyebut, tingkat kedekatan anak dan sang ibu akan amat menentukan nasib dan sejarah anak itu 40 tahun kemudian.
Ada dua solusi yang bisa diberikan oleh kantor (perusahaan) yang menyediakan pekerjaan bagi para ibu.
Solusi # 1: Perusahaan atau kantor tempat bekerja selayaknya menyediakan fasilitas nursing care dan child care yang lengkap dan memadai. Syukur disediakan juga pengasuh anak yang diberikan secara gratis oleh perusahaan (praktek seperti ini lazim di berbagai perusahaan di manca negara).
Dengan fasilitas nursing and child care, ibu-ibu karyawati yang punya anak kecil (atau balita) bisa sesekali membawa anaknya ke kantor (dengan itu ia masih bisa tetap menjalin relasi yang cukup dekat dengan anak-anaknya).
But you know what? 99% lebih perusahaan di Indonesia TIDAK menyediakan nursing and child care buat karyawatinya yang punya anak balita. Bahkan perusahaan mapan seperti Astra, Bank BCA, Adira, hingga organisasi besar seperti Bank Indonesia tidak punya fasilitas nursing/child care yang modern dan lengkap.
Ini ironis. Banyak perusahaan menuntut karyawatinya untuk produktif dan loyal. Namun saat diminta menyediakan fasilitas basic yang bagus (seperti nursing/child care), mereka ogah. Kalau begini, sana gih, perusahaannya pindah saja ke Zimbabwe atau Kongo.
Now, ask yourself : apakah kantor tempat Anda bekerja sudah menyediakan fasilitas nursing and child care yang modern dan dilengkapi dengan kamera CCTV (sehingga ibu-ibu bisa memantau mobilitas anak-anak kecilnya hanya melalui layar smartphone)?
Solusi # 2: Sediakan kebijakan teleworking bagi ibu-ibu yang kebetulan masih punya anak kecil dan balita. Teleworking kita tahu, adalah kebijakan yang membolehkan karyawan untuk bekerja dari rumah.
Sekarang kita sudah hidup di jaman digital. Amat banyak pekerjaan di kantor yang sebenarnya bisa diselesaikan dari rumah, sepanjang ada koneksi internet.
Survey juga menunjukkan, sepanjang ada target kinerja yang jelas maka kebijakan teleworking justru makin meningkatkan produktivitas karyawannya. Kebijakan ini tentu juga amat membantu mengurangi kemacetan di jalanan.
Dengan kebijakan teleworking, ibu-ibu yang masih punya balita bisa bekerja dari rumah setiap 2 hari seminggu.
Dengan demikian ibu-ibu muda (yang cantik dan tangguh) ini bisa menghemat waktu 2 – 3 jam perjalanan PP ke kantor yang hanya habis di jalanan (kalau rumahnya di Bekasi malah bisa 4 jam pulang pergi, itupun kalau naik roket :) ).
Waktu 3 – 4 jam yang sia-sia di jalanan jauh lebih berharga untuk dihabiskan dengan sang buah hati di rumah. Demi membangun relasi yang hangat dan berkualitas.
Namun kembali, lansekap perusahaan di tanah air punya warna kelam dalam soal kebijakan teleworking. Nyaris tidak ada satu pun perusahaan swasta nasional dan BUMN di tanah air yang merilis kebijakan teleworking bagi para karyawatinya. Ajaib.
Manajer dan Direktur HRD di perusahaan-perusahaan besar itu mungkin sudah menggunakan smartphone atau tablet tercanggih di sakunya. Namun sayang, dalam soal kebijakan teleworking, pola pikir mereka masih primitif. Purbakala.
DEMIKIANLAH, dua solusi yang layak diperhatikan dan diterapkan oleh para pengelola SDM di berbagai perusahaan dan kantor. Anda yang berperan sebagai ibu atau calon ibu harus mendorong manajemen kantor Anda untuk menerapkan dua solusi diatas.
Sebab dengan itu ibu-ibu muda yang tangguh itu – yang rela bekerja full time demi tambahan nafkah – masih bisa punya waktu berkualitas dengan sang buah hatinya di rumah.
Ya, agar anak-anak yang masih kecil itu bisa tumbuh dalam kehangatan ibundanya. Demi masa depan anak-anak. Demi hidup dan sejarah mereka 40 tahun kemudian.
sumber: strategimanajemen.net
BACA JUGA: "Karena Kesibukan Suami-Istri Bekerja" by @ErieSudewoID
0 Response to "Riset Harvard: 'Kedekatan Ibu-Anak' Rahasia Sukses Anak Anda 40 Tahun Kemudian"
Posting Komentar