Israel, Kebutuhan Amerika




Oleh Nabel Sahli*



Belakangan ini sejumlah pengamat menyebut hubungan Amerika-Israel sedang memburuk dan sedang berpihak kepada setan Ifrit. Ini karena selama dua periode pemerintah Netenyahu, PM Israel ini menolak permintaan presiden Obama membekukan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Hal itu dilakukan untuk memulai perundingan dengan pihak Palestina sebagai langkah menuju berdirinya negara Palestina.



Politisi Israel mengkhawatirkan kemungkinan memburuknya hubungan strategi Amerika-Israel karena perbedaan soal Nuklir Iran setelah pembentukan pemerintahan Israel ke depan pimpinan Netenyahu untuk ketiga kalinya.



Sejumlah media massa Israel menyebut respon Gedung Putih terhadap hasil pemilu Israel (Knesset) pada 17 Maret 2015 lalu sebagai indikator kekecewaan Obama atas sikap-sikap Israel. Selain hubungan dingin Obama dan Netenyahu, presiden Amerika juga menyatakan timnya akan mempelajari kembali politiknya atas Palestina.



Kontradiksi Bilateral



Sejarah hubungan Amerika-Israel tak lepas dari kontradiksi kedua pihak. Banyak studi menganalisis hal ini. Tahun 1956, presiden Amerika Dwight David Eisenhower menyatakan kecewa dengan Israel yang menguasai gurun Sinai dan Jalur Gaza dalam operasi militer bersama Perancis dan Inggris. Amerika kala itu mengancam akan meralat dukungannya kepada Israel selama tidak menarik diri dari wilayah jajahannya yang baru. Respon Amerika ini bisa jadi juga karena ketakutan Amerika terhadap meluasnya pengaruh Inggris dan Perancis di kawasan Timur Tengah.



Meski sikap berpihak Amerika kepada Israel dalam perangnya terhadap Arab pada tahun 1967, hubungan keduanya pernah diwarnai ketegangan saat Israel menyerang kapal mata-mata Amerika Liberty di perairan internasional.



Tahun 1975, presiden AS Gerald Ford mengancam akan mempelajari kembali hubungan dengan Israel selama Israel tidak meneken kesepakatan “penghentian baku tembak” dengan Mesir dan menarik dari Sinai.



Tahun 1981, Amerika pernah mengecam serangan Israel ke nuklir Irak. AS mendukung Irak saat perang Teluk I melawan Iran.



Tahun 1990, Menlu AS James Becker menyatakan kemarahan Amerika bertambah ketika Israel lamban dalam perundingan dengan Palestina. Ia menyebut nomer telepon Gedung Putih dan meminta Israel mengontaknya jika serius dalam perundingan.



Hubungan memburuk juga terjadi selama periode Ariel Sharon dan Netenyahu, terutama selama 2012-2015 dimana terjadi hubungan kurang percaya antara Obama dan Netenyahu terkait perbedaan soal pemukiman dan nuklir Iran.



Namun demikian memburuknya hubungan ini tidak mengganggu inti hubungan strategis antara Amerika dan Israel. Dimana Israel masih pemeran penting dalam menjaga kepentingan Amerika di kawasan Timur Tengah. Hal itu ditegaskan oleh media massa Israel dan Amerika.



Kebutuhan Amerika



Sejak tahun 1948 ketika zionis meresmikan negara ‘Israel’ di Palestina, pemerintah-pemerintah Amerika membangun koalisi strategis dengan ‘Israel’ sebagai kebutuhan mendasar di jantung kawasan Arab yang menyumbangkan 30% produksi minyak dunia. Cadangan minyak di kawasan Arab juga mencapai 60% dari total persediaan dunia.



Berdasarkan data itu, Amerika mengokohkan hubungannya dengan ‘Israel’ dalam segala bidang politik, ekonomi, budaya dan diplomasi. Hal itu tanpak dari dikungan Amerika terhadap ‘Israel’ di setiap forum organisasi internasional dan penggunaan Hak Veto terhadap semua usaha rancangan resolusi di PBB yang mengecam dan mengutuk tindakan ‘Israel’ yang sewenang-wenang terhadap bangsa Palestina.



Banyak krisis dan permasalahan yang dihadapi ‘Israel’ terselesaikan berkat bantuan Amerika. Terutama dalam mempertahankan keunggulan teknologi Amerika kepada ‘Israel’. Selama 1948-2014 diperkirakan bantuan Amerika kepada ‘Israel’ mencapai 119 milyar dolar Amerika, 60% di antaranya adalah bantuan militer, 40% sisanya dalam bentuk bantuan ekonomi. Hingga akhir 2015 ini, total bantuan akan mencpai 123 milyar dolar.



Bagaimana Masa Depan?



Masa depan ‘Israel’ ditentukan oleh frame hubungan Amerika dengan dunia internasional, dan itu tergantung - di satu sisi - oleh hubungan dengan ‘Israel’ sendiri dan pengaruh lobi Yahudi di pusat-pusat pengambil keputusan dan kebijakan Amerika di sisi lain.



Jika diamati, hubungan tersebut di atas bahwa pengaruh Yahudi di Amerika dan peran penting ‘Israel’ dalam frame kepentingan Amerika di Timur Tengah, ‘Israel’ akan tetap menjadi partner strategis dalam jangka panjang. Sehingga ‘Israel’ akan tetap menjadi kebutuhan darurat dan simpanan strategis bagi Amerika.



Sementara itu, ‘Israel’ juga tidak akan bisa melepaskan diri dari Amerika. Hanya khayalan jika ‘Israel’ ingin maju tanpa Amerika.



Amerika juga berperan dalam mendanai operasi militer ‘Israel’ ke sejumlah negara Arab selama tahun; 1956, 1967, 1982, 2006, agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza tahun 2008-2009, dan tahun 2012 serta agresi terakhir 2014 yang menewaskan ribuan orang dan melukai ribuan lainnya sebagian besarnya adalah anak-anak, orang tua dan wanita. Amerika juga berperan dalam menanggung ganti rugi dana dan militer setelah perang yang digelar ‘Israel’ dari waktu ke waktu.



Jadi meski ramai diperbincangkan media massa soal melemahnya dan krisisnya hubungan Amerika dengan ‘Israel’, hubungan mereka masih tetap strategis, seperti berkali-kali ditegaskan oleh Obama dan politisi ‘Israel’.



*Sumber: infopalestina.com




0 Response to "Israel, Kebutuhan Amerika"

Posting Komentar